Laporan : L. Gultom
JAWA BARAT, poskota.net —- Nikah siri atau yang biasa dikenal dengan “nikah di bawah tangan”, meski sah di mata agama, namun tidak diakui negara dan belum tercatat di Kantor Urusan Agama milik Negara.
Kendati demikian, masih saja ada unsur atau pihak-pihak tertentu yang mepunyai kewenangan, namun justru merekayasa segala cara dan cenderung mengangkangi aturan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Adalah Wr, yang merupakan seorang guru (PNS) di sekolah dasar (SD) Negeri 2 Kecomberan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, yang diduga telah melakukan pernikahan siri dengan perempuan idamannya yang bernama SF.
Pernikahan kedua mempelai tersebut dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, dimana wali hakimnya adalah Kepala KUA Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, yakni H. Ali R., dengan saksi dari pihak laki-laki dan perempuan, sebagaimana yang tertera dalam surat nikah siri terlampir.
Anehnya, pernikahan yang dialami pasangan kedua mempelai itu, antara Wr dan SF (istri sirinya), justru agak berbeda. Mereka menikah di KUA dan bukan modin (yang biasa membantu perangkat desa/kelurahan dalam penyusunan program keagamaan lagi yang menikahkannya. Akan tetapi langsung dinikahkan oleh Kepala KUA wilayah setempat yang bernama H. Ali R.
Dan mereka menikah siri di ruang bangunan belakang KUA. Hal itu diungkapkan oleh Haji Ali sendiri, saat dikonfirmasi oleh beberapa wartawan, pada 10 Juni 2024 lalu.
Melalui pengakuannya, Kepala KUA H. Ali menuturkan, bahwa memang dirinya merasa menikahkan pasangan mempelai, yakni seorang PNS yang bernama Wr dengan seorang perempuan yang bernama SF, pada tahun 2022 lalu.
“Saya menikahkan mereka di kantor ini, tapi di belakang, dan mas kawinnya mobil, namun saat itu langsung dijual kembali. Padahal kata saya, kalau mas kawin jangan dijual,” ujarnya.
Haji Ali, mantan Kepala KUA Talun menambahkan, bahwa usai menikahkan pasangan tersebut, sampai saat ini tidak tahu lagi tentang keduanya. “Saya hanya mendengar, bahwa mereka sudah cerai,” ucapnya.
Saat dipertanyakan; apakah dirinya kenal dengan Wr? “Saya hanya tahu, dia seorang guru SD di daerah Talun. Tapi nggak tahu SD mananya. Dan dari pernikahan mereka berdua itu, saya hanya dapat uang 200 ribu,” katanya.
Saat diminta, apakah memunyai nomor telepon Wr? H. Ali hanya menjawab; “Saya tidak punya nomornya, sudah kehapus.”
Mendapat informasi, bahwa Wr adalah seorang guru sekolah dasar negeri (SDN), hingga awak media pun berupaya menelusur, dan didapat informasi, bahwa Wr mengajar di SD Negeri 2 Kecomberan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon.
Sementara, saat Kepala SD Negeri 2 Kecomberan yang bernama Dudu Abdullah dikonfirmasi melalui telepon selulernya, pada Selasa, 11 Juni 2024, dan dipertanyakan terkait keberadaan Wr, ia mengatakan; “Beliau mengajar agama di sini, pak. Dan maaf, saya hanya tahu istrinya Pak Wr itu yang di Ciperna. Jadi punten, saya nggak paham,” ucapnya.
Menyikapi atas persoalan tersebut, dan mengacu pada peraturan yang ada, bahwa pegawai negeri sipil (PNS) dilarang untuk melakukan nikah siri. Hal itu merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nor. 45 Tahun 1990, tentang Perubahan Atas PP No. 10 Tahun 1983, tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS, yang menyatakan; bahwa seluruh PNS diwajibkan untuk melaporkan pernikahannya kepada pejabat yang berwenang, dan dalam peraturan ini, PNS dilarang untuk melakukan nikah siri. Nikah siri juga dianggap sebagai pelanggaran disiplin bagi ASN (Aparatur Sipil Negara).
Jika seorang PNS melanggar larangan untuk melakukan nikah siri, maka dapat dikenakan sanksi disiplin berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun. Sanksi disiplin ini bertujuan untuk memberikan efek jera dan mengingatkan PNS untuk selalu mematuhi peraturan yang berlaku.