Laporan : Andi
PROBOLINGGO,poskota.net- Polemik terbitnya Akte Jual Beli (AJB) tanah milik (alm.) Moasin warga kelurahan Kanigaran Probolinggo oleh Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) Feny Herawati berbuntut panjang.
Kamari SE. selaku penerima kuasa dari ahli waris cs. (alm.) Moasim mengadukan permasalahan ini hingga ke Kementrian Agraria dan Tata Ruang ( Kemen ATR ).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pria yang aktif di organisai pergerakan itu menilai, Akte Jual Beli (AJB) yang diterbitkan PPAT Feny Herawati untuk tanah milik (alm.) Moasin pada tahun 2018 dinilai janggal.
Menurutnya hal itu berdasar dari surat kematian yang dikeluarkan kelurahan Kanigaran bahwa (alm.) Moasin telah meninggal dunia di tahun 2002, disertai pengakuan para ahli waris yang tidak pernah mengalihkan pemilikan atas tanah.
“Masalah ini sudah kita adukan ke pihak terkait, termasuk ke Kementrian ATR/ BPN, karena kami menilai munculnya AJB yang merupakan dasar dari pecahnya sertifikat tanah milik (alm.) Moasin dinilai cacat hukum.”
“Bagaimana orang yang sudah meninggal 16 tahun yang lalu bisa menjual tanahnya, sedangkan para ahli waris tidak pernah mengalihkan kepemilikan tanah itu” kata Kamari.
Kamari juga menerangkan awal diketahui sebagian tanah milik (alm.) Moasin beralih kepemilikan yaitu dari hilangnya sertifikat tanah milik (alm.) Moasim.
“Berawal dari hilangnya sertifikat tanah tersebut, keluarga ahli waris ke kantor BPN untuk minta salinan, kami kaget ternyata status tanah itu sudah terpecah menjadi dua”. Katanya.
“Sebidang tanah di Jl. Slamet Riyadi yang awalnya seluas 980 M persegi dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) no . 2784 atas nama Moasin, Kini terpecah menjadi dua,
Sertifikat pertama SHM no. 5392 atas nama Moasin luas 485 M persegi, yang kedua SHM no. 5391 atas nama ABW dengan luas 495 M persegi.” Jelasnya.
Pemecahan sertifikat tersebut lanjut Kamari, terjadi melalui proses Akte Jual Beli (AJB) pada 31 Januari 2018 oleh PPAT Fenny Herawati.
Rentan waktu yang sangat panjang antara tanggal dan tahun kematian pemilik dengan terjadinya transaksi serta pengakuan ahli waris menjadi dasar dirinya melakukan pengaduan.
“Ada rentang waktu yang jauh antara waktu kematian pemilik dengan terbitnya AJB, sebenarnya siapa yang tanda tangan dalam AJB itu, ini harus diungkap” ujarnya.
Menanggapi kejadian ini Fenny Herawati selaku PPAT enggan banyak komentar, dikonfirmasi di ruang kerjanya, Feny hanya menjawab semua kelengkapan berkas didapat dari Linda selaku pegawai freelance nya.
“Saya terima berkas dari pegawai freelance saya Linda, silakan konfirmasi ke dia” kata Fenny saat ditemui di kantornya di Jl.A. Yani, Sabtu (29/02).
Hal sama didapat dari Linda, minim komentar dan menyarankan untuk menanyakan ke pihak pembeli menjadi pilihan jawban Linda saat dikonfirmasi.
“Saya tidak mau berkomentar mas, sampean tanyakan saja ke pembelinya”. Jawab Linda lewat seluler.
Terpisah Kepala BPN kota Probolinggo Bambang Hariyono menanggapi polemik ini, Dia menyampaikan upaya yang akan dilakukan menunggu hasil tim melakukan penelitian.
Namun karena situasi pemerintah dalam masa penanganan wabah covid 19, baik wilayah hingga daerah dilarang mengeluarkan surat perintah dinas yang sifatnya beriteraksi langsung.
“Tidak bisa secara otomatis melakukan tindakan, biar nanti tim lakukan penelitian dulu, setelah itu hasilnya akan dikirim ke wilayah yang nantinya akan dilanjutkan ke pusat, karena bagaimanapun tetap pusat dalam hal ini kementeian ATR yang berwenang mengambil keputusan”. Jelasnya saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Selasa (31/3).
“Namun mengingat situasi sekarang dalam penanganan covid 19, saat ini kita belum bisa keluarkan surat dinas yang sifatnya berinteraksi langsung dengan orang, kecuali sangat urgent sekali” pungkasnya.