Laporan : Erwin Silitonga
TANGERANG,poskota.net –Sidang lanjutan Perkara Memberi Keterangan Palsu diatas Sumpah dengan Perkara No.704/Pid.B/2023/PN.Jkt.Tim, Hakim ketua menegur Jaksa Penuntut Umum yang datang terlambat hampir 3 jam dari jadwal yang ditentukan dalam kasus Sidang perkara dugaan memberi keterangan palsu dalam persidangan perceraian yang digelar di PN Jakarta Timur (Jaktim( terpidana Ngadino dan Poniyem, Senin (11/12/2023).
Sidang yang sebelumnya dijadwalkan berlangsung, Senin (11/12/2023) mulai pukul 13.00 WIB. Namun terdakwa Ngadino dan Poniyem baru tiba sekitar pukul 15.00 wib. Akibatnya sidang baru bisa dimulai pada pukul 15.30 WIB.
Hakim Ketua awalnya meminta pertanggungjawaban Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan bertanya mengapa terlambat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pada jam 13.00 Majelis Hakim sudah siap bersidang namun pada saat itu terdakwa belum hadir kami minta pertanggungjawabannya kenapa sidang baru dapat digelar saat ini?” tanya Hakim Ketua.
Terlambatnya sidang, pembacaan pledoi oleh terdakwa, sontak membuat korban, yang diwakili oleh kuasa hukumnya, merasa pengadilan dipermainkan. Untuk itu, pihaknya mendesak Pengadilan melalui Majelis Hakim segera mencabut status Terdakwa dari tahanan Kota menjadi Tahanan Rutan agar tertib.
“Kami merasa dipermainkan dengan keterlambatan ini, apalagi Para Terdakwa tidak ditahan di rutan sehingga seakan Para Terdakwa semaunya berbuat dan semaunya pula kapan bersidang, kami bertanya pada JPU namun JPU malah bertanya balik, belum datangnya Para Terdakwa? dan JPU pengganti menjelaskan biasanya sudah ada kesepakatan dengan Majelis, sedangkan Hakim Anggota yg kami tanyakan menjawab baru akan disidang setelah JPU menghadirkan Para Terdakwa, alasannya berbeda-beda.
Pengadilan melalui Majelis Hakim sepatutnya mengawasi Para Terdakwa sebagai tahanan kota dan atau mencabut statusnya dari tahanan kota menjadi tahanan rutan sebagai tanggung jawab moril agar dapat dipastikan sidang tertib dan tidak ada keistimewaan apalagi mereka status Terdakwa dan alamat tinggal Terdakwa pun dekat dengan Pengadilan. kata kuasa hukum korban Dody Zulfan, SH., MH.
Saat sidang pledoi di gelar, terdakwa menyatakan bahwa dirinya tidak sepenuhnya bersalah. Ia juga mengatakan bahwa telah berkelakuan baik dan kooperatif selama persidangan. Bahkan terdakwa juga mempertanyakan kesesuaian keterangan saksi dengan saksi yang lain. Ia menyatakan bahwa perbuatan yang dilakukannya tidak merupakan tindak pidana, melainkan bersifat perdata.
Pledoi terdakwa tersebut mendapat tanggapan dari pihak korban/penasehat hukum.
Pledoi memanglah pembelaan diri terdakwa namun Terdakwa tidak beritikad baik, dari sidang sebelumnya Terdakwa Ngadino berpura-pura menangis, sedangkan Poniyem selalu menggunakan tongkat yang hanya ditenteng untuk memperdaya, masih berani memalsukan kwitansi berobat agar tidak ditahan dirutan, bahkan berbelit mengaku lupa apakah pernah disumpah saat Sebagai Saksi di Pengadilan Agama Jaktim, sedangkan alasan KdRT selalu ditutupi.
Terdakwa masih belum jujur mengakui yang sebenarnya, dan menyatakan perbuatan tersebut adalah Perdata bukan Pidana, berbohong diatas sumpah dihadapan Pengadilan yg nyata telah diancam 7 tahun dianggap bukan perbuatan pidana, Kami Para Kuasa Hukum yg hadir jadi tertawa sendiri, namun itu hak mereka. Dan dalam Pledoi masih saja menggunakan bukti Surat Kesepakatan yang tidak sah dan telah dibatalkan 2 tahun yg lalu oleh Pengadilan Agama Jaktim karena terbukti Cacat Hukum tetap dimuat oleh Terdakwa sebagai barang bukti demi untuk pembelaan diri”. Kata Dody Zulfan, SH., MH. Kuasa Hukum Korban.
Perbuatan tersebut melanggar Pasal 242 KUHP dan diancam dengan 7 tahun penjara.” Lanjutnya.
Dalam tuntutan JPU, terdakwa dituntut hukuman masing-masing 6 bulan penjara dan untuk segera ditahan. Sementara sidang selanjutnya dengan agenda replik JPU atas Pledoi dilanjutkan Rabu,(13/12/2023).