ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Laporan : Yudi Ahyadi
JAKARTA,poskota.net- Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) PAPUA mendukung Asosiasi Penambang Nikel (APNI) dalam memperjuangkan harga pokok mineral (HPM) nikel di atas Free on Board (FoB) tongkang.
Dorongan itu ditengah kondisi larangan ekspor biji nikel pada 1 Januari 2020 yang membuat penambang dalam negeri berada dalam kondisi mati suri. Situasi tersebut terjadi akibat rendahnya harga jual komoditas pertambangan tersebut.
Sementara, jika dipaksakan melakukan penambangan, semakin membuat harga tawar menjadi lebih murah dari harga produksi dan mematikan perusahaan.
Ketua Umum BPP HIPMI, Mardani H. Maming menjelaskan organisasi pengusaha tersebut mendukung dan mengapresiasi APNI dalam penentuan HPM nikel di atas FoB tongkang.
“Kami berharap ada kesepakatan dua belah pihak antara smelter dan penambang yang dibuatkan regulasinya dari Menteri ESDM untuk menetapkan harga HPM. “Apabila ada smelter yang dibeli harga dibawah HPM harus diberikan sanksi,” kata Maming, Sabtu, 15 Februari 2020).
Dia menilai harga internasional bijih nikel saat ini untuk kadar 1.8% FoB Filipina dihargai antara USD 59-61/ wet metric ton (wmt). Sehingga jika pemerintah mengajukan harga jual bijih nikel domestik kadar 1.8% FoB sebesar USD 38-40/wmt tetap dalam harga wajar.
Jika dibandingkan dengan harga internasional tentu tidak memberatkan kedua pihak baik smelter maupun penambang. Untuk itu dia meminta Kementerian ESDM mewajibkan kepada penambang yang kadar 1.7% dilarang ekspornya Januari 2020 lalu.
“Sebab, ada larangan ekspor, maka Kementerian ESDM mewajibkan barang penambang diterima smelter lokal yang kadarnya 1.7%,” ujar Maming.
Untuk saling menjaga kualitas barang, kata Mantan Bupati Tanah Bumbu, disarankan penambang dan smelter bisa menunjuk masing-masing surveyor yang terdaftar di Kementerian ESDM agar kualitas barang mempunyai kepastian. Sehingga tidak merasa dicurangi satu sama lainnya.
Ketua umum BPD HIPMI Papua dan Sekertaris Umum Yance Mote mengatakan kebijakan yang dilakukan APNI patut didukung.
“Dengan begitu tercipta persaingan yang sehat dan iklim ekonomi yang baik,” tandasnya