Laporan Yudi AHYADi
JAKARTA,poskota.net- Ike Farida, SH LLM ketua Umum HKHKI RUU OmniBus Cipta karya mengatakan pihaknya harus mempertimbangkan bagaimana implementasinya kedepan, karena omnibus law ini bukan sistem yang berlaku dinegara.
Seperti kita ini berlaku di negara common law seperti USA tidak ada aturan misal besok kamu tidak usah datang lagi kekantor tidak ada aturan yang melarang jadi tingkat kompetisi nya cukup tinggi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Ike Farida didampingi Putri Mega Cita Khayana bendahara HKHKI ( Himpunan konsultan Hukum Ketenagakerjaan Indonesia ) Saat di temui di kantor Farida Law Firm di gedung wirausaha kuningan jakarta (13/2/20).
“Sedangkan kita disuguhi oleh omnibus law dan kita tidak pernah tahu apa itu omnibus law, tiba tiba diberikan omnibus law ini modifikasi juga bukan itu patut juga dipertanyakan,” ujar Dr ike Farida kepada poskota.net.
Menurut Dia ada beberapa ketentuan ketentuan yang mengalami perubahan antara lain tentang TKA RUU Cipta Karya ini tidak ada perubahan signifikan. Tenaga Kerja Asing tetap wajib memiliki pengesahan RPTKA dan Pemerintah Pusat.
Tentang PHK, pekerja yang di PHK diberikan jaminan oleh pemerintah dengan adanya jaminan oleh pamerintah dengan adanya jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) manfaat nya antara lain Pelatihan dan sertifikasi, Uang tunai serta fasilitas penempatan. Ketiga Pesangon dalam RUU ini ketentuan pasal 156 UU TK tidak berubah.
Sebelumnya sempat ada wacana bahwa pasal 156 UUTK akan dicabut dan digantikan oleh JKP namun ternyata tidak dicabut dan JKP tetap diberikan bagi investor asing bagi pasal ini sangat krusial karena dianggap beban besar dalam proses PHK.
IlLLCA menilai pasal ini perlu dirubah karena idealnya JKP dijamin dan dibayarkan oleh Pemerintah bukan oleh pengusaha dan pekerja RUU Cipta Karya juga mengatur bahwa pesangon tidak ada lagi membedakan alasan membedakan alasan PHK dan uang penggantian hak bukan lagi kewajiban melainkan bersifat opsional ketentuan pelaksanaanya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Penghargaan lainnya adalah aturan baru dalam RUU ,dimana pengusaha wajib untuk membayar maksimal 5 bulan gaji kepada pekerja yang sudah bekerja lebih dari 12 tahun 4 kali jika bekerja 9 tahun.
Menurut ILLCA kewajiban ini akan membebani pengusaha, karena wajib pajak dibayar paling lama satu tahun sejak RUU cipta karya diundangkan ( bagi pekerja PKWT dan PKWTT ) yang telah bekerja sebelum RUU ini disahkan.
Belasan milyar harus dikeluarkan belum lagi jika ditahun itu pengusaha harus bayar bonus. Meskipun ketentuan ini tidak wajib bagi pengusaha kecil dan mikro, namun ketentuan ini membebani pengusaha.
“Dapat dibayangkan berapa besar jumlah yang harus dibayarkan oleh Pengusaha lebih jauh ketentuan ini dapat membuat jera investor yang sudah ada,” tegasnya.
Adapun bagi calon investor dapat menimbulkan citra buruk dan mengurungkan niat untuk berinvestasi di Indonesia ( karena kekhawatiran sewaktu waktu aturan serupa mungkin saja dikeluarkan Pemerintah).
ILLCA berharap agar ketentuan ini tidak diberlakukan karena akan kontra produktif dengan tujuan RUU Cipta Kerja itu sendiri.
Upah tidak banyak perubahan , namun fasilitas pemberian upah, bagi pekerja dipasal 93 ayat 2 mengalami perubahan. Pekerja yang haid, menikah menjalan kan perintah Agama dan seterusnya tidak lagi dibayar upahnya namun harus mengambil cuti tahunnya.
Terkait PWKT dihapusnya pasal 59 UUTK memberikan konsekuensinya bahwa memperkejakan PKWT menjadi lebih fleksibel dan tidak rigid. Pekerja PKWT juga akan mendapatkan uang konpensasinya pada saat kontrak kerja nya berakhir dan atau pekerjaan selesai ( pasal 61 A RUU ) Yang besarannya ditetapkan oleh Pemerintah ini menguntungkan pekerja.
ILLCA menyayangkan sikap pemerintah yang tertutup selama ini dan berharap DPR lebih tegas dan berani untuk bersikap jika memang benar-benar ingin menciptakan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia, sekarang ini jumlah pengganguran lebih dari 7 juta orang.
“Sedangkan angkatan kerja setiap tahun bertambah sebanyak 2 juta orang .Menurut ILLCA minta agar DPR melibatkan unsur masyarakat organisasi bidang ketenagakerjaan, akademisi, dan ahli dalam menggolah RUU Cipta karya,” tandas Farida.